Apakah Pengaruh Televisi pada Tumbuh Kembang Jiwa Anak?

 

pengaruh-tv-pada-perkembangan-anakSemua orang bisa mengakses informasi kapanpun dan dimanapun, melalui berbagai tayangan, tidak terkecuali anak-anak di bawah umur yang kian peka terhadap perkembangan informasi. Kecenderungan anak yang senang meniru apa yang ia tangkap bisa berbalik menjadi hal negatif bila tidak disertai bimbingan dari orangtua

Jalaludin Rahmat memaparkan dalam bukunya “psikologi komunikasi”Secara umum ada tiga lingkungan yang sangat mempengaruhi kualitas mental dan spiritual anak, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial budaya yang berhubungan dengan nilai-nilai serta norma-norma yang berlaku di masyarakat, termasuk di dalamnya pengaruh televisi, buku dan media massa. Ketiga lingkungan tersebut saling menopang dalam mempengaruhi perkembangan dan pembentukan karakter anak.

Mirisnya, tayangan televisi di Indonesia yang bersifat mendidik masih sangat minim, bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Tayangan yang mendidik hanya mencapai 1-2 persen, sementara di luar negeri rata-rata mencapai 20-30 persen. Tayangan televisi lebih menonjolkan kekerasan yang berpengaruh negatif terhadap anak-anak dan keluarga.

Karena itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong pengelola rumah produksi dan lembaga penyiaran untuk menyajikan tontonan yang kreatif dan edukatif. Ketua KPAI Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan lembaga penyiaran merupakan salah satu pilar pemangku kewajiban penyelenggara perlindungan anak. Karena itu, dalam menjalankan fungsi menghibur, media dituntut memberikan hiburan yang mendidik.

“Hasil pemantauan kami, banyak tayangan terutama kartun yang tidak ramah anak,” kata Asrorun.

Karena itu, lembaga penyiaran harus memastikan anak terlindungi dari tayangan, pemberitaan dan kartun yang tidak senafas dengan semangat perlindungan anak. Menurutnya, tayangan yang diproduksi termasuk kartun harus bermuatan pendidikan karakter agar anak dapat tumbuh kembang secara optimal sesuai fase tumbuh kembangnya.

“Kami juga mendorong pemerintah untuk memberikan jaminan perlindungan untuk memastikan anak terlindungi dari tayangan bermasalah,” katanya.

Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Idy Muzayyad juga menyerukan rumah produksi agar berhenti memproduksi siaran yang merusak moral generasi muda.

“Tidak hanya tayangan anak, termasuk juga sinetron yang mengandung unsur negatif,” tuturnya.

Ia mengatakan rumah-rumah produksi di Indonesia memiliki kemampuan untuk menciptakan animasi yang kreatif dan mengandung nilai-nilai kearifan lokal. Hal itu, menurutnya, ditunjang dengan lembaga pendidikan yang ada di Indonesia dan materi yang kaya di Nusantara. Dia menyebutkan ada tiga kartun produksi Indonesia yang patut diapresiasi karena memuat unsur edukasi dan menginspirasi yakni Adit Sopo Jarwo, Laptop Si Unyil, dan Unyil Keliling Dunia.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ketua Umum Yayasan Pengembangan Media Anak, B. Guntarto saat menjadi pembicara dengan tema ‘Terbatasnya Hiburan yang Mendidik Bagi Anak’ pada November, tahun yang lalu

“Tayangan tidak semua aman bagi anak. Akses internet, video games, buku anak yang tidak sesuai dengan tingkatan usia, yang sebagiaan besar tidak aman. Anak kita perlu intervensi dan peran orangtua,” ujar Ketua Umum Yayasan Pengembangan Media Anak, B. Guntarto

Menurut Guntarto, setiap anak memiliki banyak waktu luang untuk mengkonsumsi tayangan di televisi. Bahkan, waktu mereka akan lebih banyak tercurah pada televisi ketimbang menyerap pelajaran di sekolahnya. Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian penuh orangtua. Berdasarkan survey yang didapat oleh Yayasan Pengembangan media Anak (YPMA) pada tahun 2006, jumlah jam menonton pada anak usaia Sekolah Dasar (SD) mencapai 35-40 jam per minggunya atau mencapai 1.800 jam per tahunnya.

Anak-anak jaman sekarang, sudah menganggap televisi sebagai teman akrabnya. Karena itu, anak betah sekali untuk nongkrong berjam-jam di depan layar televisi melihat acara kesayangannya. Dalam Undang-undang penyiaran, anak-anak dimasukkan dalam khalayak khusus, karena mereka adalah penonton yang pasif dan tidak kritis. Berdasar pada itu, setiap program anak seharusnya dibuat dengan sangat serius.

Jadi bisa dibayangkan, betapa membanjirnya informasi yang bisa didapatkan dengan mudah oleh anak-anak. Padahal, belum tentu semuanya berdampak baik bagi anak. “Angka ini jauh lebih besar dibandingkan dengan jam belajar mereka di sekolah dasar negeri, yang hanya sekitar 800 jam per tahun. Kalau hari sekolah banyak liburnya, maka menonton televise, tidak pernah akan libur pada anak-anak,” ujar Guntarto.

Bila membicarakan dampak yang terjadi, akibat banyaknya tayangan televisi yang dikonsumsi anak-anak, bukan tidak mungkin perilaku mereka juga menunjukkan perubahan. “Kalau mereka banyak menonton tayangan anti sosial, mereka akan belajar menjadi pribadi yang anti sosial juga, sebaliknya kalau pesannya yang disampaikan baik maka akan belajar hal-hal yang baik pula dari media, anak akan meniru dari media,” ucap Guntarto.

“Pada dasarnya, anak akan belajar dari apa yang mereka temui dan mereka lihat dari lingkungannya, termasuk dari media. Ini adalah proses imitasi (meniru) dan identifikasi dari tokoh yang mereka sukai atau kagumi,” tambah Guntarto.

“Orang dewasa membantu anak dalam menyediakan akses terhadap isi media yang aman, sesuai dengan kelompok usianya, dan mengandung nilai-nilai positif,” kata Guntarto.

Dr Fidiansyah, spesialis kejiwaan, juga mengatakan hal yang sama, berdasarkan kajian neuropsikologis, anak yang sering melihat tayangan kekerasan menjadi kurang peka. Berdasarkan penelitian yang dilakukan para ahli ilmu jiwa sejak tahun 1960-an, anak-anak itu juga lebih takut menghadapi lingkungan sekitarnya.

Dan terakhir, sebagai himbauan dan saran terutama pengelola rumah produksi dan lembaga penyiaran, agar mereka dapat menyajikan tontonan yang kreatif dan edukatif. Sedangkan, himbauan bagi para orangtua, sebaiknya mulai memperhatikan tayangan apa saja yang biasanya dikonsumsi anak di waktu senggangnya. Mulailah bersikap kritis, namun membangun, serta memberi pengetahuan terhadap anak akan tayangan yang digemari.

Keberadaan orang tua di samping anak pada saat menonton TV, dapat menjelaskan secara langsung jika ada adegan-adegan kekerasan. Bila anak-anak menonton TV, pastikan mereka benar-benar memahami pendapat yang Anda berikan mengenai kekerasan. Bahaslah cara-cara untuk mengatasi sebuah pertengkaran tanpa harus dengan adanya kekerasan, dengan memberikan contoh-contoh kejadian yang terjadi sehari-hari. Bila anak sudah besar, maka ceritakanlah pengalaman hidup nyata yang berhubungan dengan kekerasan. Jelaskan pula bahwa kekerasan yang ada di TV hanyalah rekayasa dan tidak sungguh-sungguh.

Dan dibawah ini tips-tips untuk mengalihkan Anak Anda, agar ia tidak selalu berada di depan Televisi terus yaitu:

1.    Bagi satu keluarga cukup sediakan satu pesawat televisi
Hindari satu kamar satu pesawat televisi, kenapa? Karena hal ini menyulitkan pemantauannya. Jadi, dengan cuma ada satu pesawat TV, kita bisa menjadikannya sebagai media berkumpul bersama keluarga.

2.    Untuk orang tua, diharuskan mematikan TV pada jam-jam tertentu
Mematikan pesawat TV pada jam-jam tertentu bisa mengurangi kebiasaan anak-anak menonton TV dengan tayangan yang kurang bermanfaat. Misalnya, pada jam 19.00 – 21.00, yang merupakan jam-jam belajar. Ini memerlukan kesepakatan dengan anak-anak. Sebaliknya, kita juga perlu membuat kesepakatan untuk menonton acara-acara TV atau tayangan VCD, pada jam-jam tertentu sebagai media untuk berkumpul dan bisa dinikmati bersama.

3.    Buat acara tandingan lainnya
Bila anak sudah menjadi terobsesi pada acara TV tertentu, buatlah acara keluarga yang lebih menarik pada waktu yang sama. Misalnya, makan di luar rumah atau jalan-jalan ke taman hiburan.

4.    Dampingi anak Anda, ketika mereka menyewa atau membeli VCD atau kaset game
Hal ini dimaksudkan agar anak tidak memilih materi yang tidak cocok dengan usianya atau tidak mendidik. Ketika dia bermainpun, sebaiknya didanpingi dan ajak mereka berdiskusi, memberi apresiasi, dan kritik. Beri pula pengertian bahwa adegan yang ditontonnya cuma hasil rekayasa.

5.    Doronglah anak-anak Anda untuk ikut kegiatan lain di sore hari
Pada sore hari, biasanya tayangan yang disukai oleh anak-anak ditayangkan, misalnya kartun dan film animasi lainnya. Untuk menghindari, anak tergila-gila pada tayangan tersebut, buatlah kegiatan lainnya misalnya kegiatan kesenian atau olahraga.

6.    Ciptakanlah kondisi agar anak Anda juga suka membaca
Jaman informasi sekarang ini, buku sudah kalah telak dengan gadget-gadget baru. Agar anak mempunyai kebiasaan membaca, ciptakanlah kondisi tertentu agar anak terbiasa untuk suka membaca, dan bukannya menonton TV terus, caranya adalah dengan menyediakan bacaan sesuai tingkat usia mereka dirumah.

7.    Melibatkan anak-anak kita dalam kegiatan rumah
Poin terakhir ini juga sangat penting. Memberikan anak tugas di rumah merupakan hal yang dapat mendidik anak agar tidak malas. Misalnya, berkebun, membersihkan rumah, atau merawat hewan piaraan. Bila hal ini sudah menjadi kebiasaan anak, maka bisa dipastikan bahwa kebiasaan menonton TV secara terus-menerus, sudah tidak akan terjadi pada anak Anda.


Sumber: www.tempokini.com