RAPBD Harus Responsif Terhadap Isu KB
Anggota DPR RI Eva Kusuma Sundari mengatakan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah harus responsif terhadap isu kependudukan dan keluarga berencana.
"Hal itu mengingat struktur organisasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berubah menjadi nondepartemen dan dalam situasi otonomi daerah," kata Eva K. Sundari dari Tulungagung, Jawa Timur di Semarang, Sabtu.
Pada reses kali ini, anggota Komisi III DPR RI itu menghadiri dialog kependudukan bertopik "Kependudukan dan Pembangunan Berkelanjutan dengan Dukungan ProRep-Partnership" di Hotel Bharata Tulungagung, Sabtu.
Selain Eva, pihak yang terlibat dalam dialog tersebut, antara lain, Ketua DPRD dan empat anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD setempat, 70 relawan KB tingkat desa, dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemerintah Kabupaten Tulungagung, khususnya yang menangani KB.
Usai dialog, lanjut dia, para pemangku kepentingan menandatangani "Deklarasi Komitmen untuk Mewujudkan RAPBD yang Responsif terhadap Isu Kependudukan dan KB".
Wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jawa Timur VI (Blitar, Kediri, dan Tulungagung) itu menegaskan bahwa pada era otonomi daerah seperti sekarang ini kesuksesan kerja instansi itu hanya akan tergantung pada partisipasi masyarakat, anggota DPRD, dan komitmen pimpinan daerah setempat.
Ia memandang perlu Raperda tentang APBD Provinsi Jawa Timur itu responsif terhadap isu kependudukan dan KB, mengingat telah terjadinya kenaikan laju pertumbuhan penduduk setempat sekitar 0,76 persen per tahun.
Eva lantas menyebutkan data kependudukan dari BKKBN Provinsi Jatim yang mengalami fluktuasi dalam kurun waktu 1970--2010.
Disebutkan, dari 1,63 persen per tahun selama 1970--1980 turun menjadi 0,69 persen/tahun pada periode 2000--2005. Namun, dalam kurun waktu 2005--2010 terjadi kenaikan laju pertumbuhan penduduk menjadi 0,76 persen/tahun.
"Dengan jumlah penduduk Jatim sebanyak 37.476.757 jiwa atau terbesar kedua setelah Jabar, problem kuantitas ini memicu problem kualitas kependudukan," kata Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu.(ant/hrb)
Kualitas itu, lanjut dia, bisa dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia Jatim yang berada pada peringkat 18 dari 33 provinsi di Indonesia (data 2010).
Dengan demikian, kata Eva, menjadi cermin berbagai persoalan lainnya, terutama yang menyangkut bidang kesehatan, pendidikan, dan standar hidup layak yang juga rendah.
Eva K. Sundari lantas mengaitkannya dengan tingkat pendidikan penduduk Jatim yang tidak sekolah mencapai 30,03 persen, SD 32,02 persen, SLTP 16,88 persen, SLTA 16,67 persen, sedangkan diploma ke atas hanya 4,40 persen.
Sumber: investor.co.id