Aktivis Anti-KDRT Dapat Penghargaan Perdamaian UNDP

Seorang aktivis HAM perempuan, Suraiya Kamaruzzaman, menerima penghargaan N-PEACE pada acara anugerah perdamaian yang didukung oleh Badan PBB, United Nation Development Progamme (UNDP) di Manila, Filipina. Penghargaan ini diberikan untuk perannya membela korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Aceh.
Suraiya adalah pendiri LSM Bunga Aceh yang memperjuangkan hak-hak wanita Aceh.

 

 

Seorang aktivis HAM perempuan, Suraiya Kamaruzzaman, menerima penghargaan N-PEACE pada acara anugerah perdamaian yang didukung oleh Badan PBB, United Nation Development Progamme (UNDP) di Manila, Filipina. Penghargaan ini diberikan untuk perannya membela korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Aceh.
Suraiya adalah pendiri LSM Bunga Aceh yang memperjuangkan hak-hak wanita Aceh. Lembaganya mengumpulkan dan mencatat data kekerasan terhadap wanita. Sejak tsunami 2004, lembaganya mengelola Pusat Krisis Wanita.

Sarjana Kimia dan seorang doktor dalam bidang HAM ini mengatakan bahwa penghargaan ini merupakan pengakuan terhadap perjuangan semua perempuan di masa konflik ataupun dalam menjaga perdamaian yang sering kali tidak tercatat dan tidak diakui di seluruh wilayah Indonesia.

“Mereka berada di grassroot, di tempat terpencil atau di tengah kota dan berada di lingkaran pengambilan keputusan, baik yang tercatat namanya atau tidak,” ujar Suraiya seperti dirilis detikcom

Suraiya juga pernah mendapatkan Penghargaan Yap Thiam Hien tahun 2001 atas jasanya membela hak-hak asasi manusia dan memberdayakan wanita. Seperti dikutip dari yapthiamhien.org, Suraiya sudah mulai berjuang membela hak-hak kaum perempuan sejak berusia 20 tahun, tepatnya di tahun ketiga kuliahnya di Universitas Syah Kuala, Banda Aceh (1988-1989).

Dia bergerak khususnya bagi perempuan Aceh korban kekerasan militer sekaligus kekerasan seksual di daerah konflik. Perjuangan Suraiya tak mudah, sebab, Suraiya yang bersama teman-temannya dari LSM Bunga Aceh juga menghadapi teror fisik dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Perempuan kelahiran Desa Lam U Aceh Besar tanggal 3 Juni 1968 ini, bersama rekan-rekannya mendirikan Kelompok Kerja Transformasi Gender Aceh (1997) dan Suloh Aceh (1998), serta kini menggerakkan Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan.

Selain Suraiya, ada lima aktivis perempuan lainnya yang menerima penghargaan N-PEACE. Mereka adalah Quhramaana Kakar dan Farkhunda Zahra dari Afghanistan; Radha Paudel dari Nepal; Teresita Quintos Dalos dari Filipina; Rupika De Silva dari Sri Lanka; Sister Lourdes atau Mana Lou dari Timor Leste. Mereka terpilih dari 100 nominasi melalui pemilihan secara online yang melibatkan 55.000 kandidat di seluruh dunia.

Acara yang dihadiri oleh Presiden Filipina, Benigno S Aquino III ini juga memberikan penghargaan khusus N-PEACE untuk pria yang mengadvokasi kesetaraan kepada Sadhu Ram Sapkota dari Kementerian Perdamaian dan Rekonstruksi Nepal untuk Rencana Aksi Nasional hasil Resolusi PBB no. 1325 dan 1820.

Selain itu penghargaan N-PEACE untuk Pendatang Baru diterima oleh Amina Azimi, pendiri organisasi Pemberdayaan Wanita Penyandang Cacat di Afghanistan. Amina yang kehilangan kaki kirinya pada usia 11 tahun akibat ledakan sebuah roket ini melalui show radio Qahir-e-Qahraman menyebarluaskan pesan tentang hak dan kebutuhan para peyandang cacat

“Kami banyak belajar dari wanita-wanita pemberani yang pantang menyerah menghadapi konflik. Mereka bergeming dalam mempromosikan perdamaian dan dunia menjadi lebih baik karenanya” kata Sanny Jegillos, Koordinator Regional UNDP untuk Pencegahan dan Perbaikan Krisis

 

Sumber:  bugisposonline.com

Last Updated (Friday, 26 October 2012 11:04)