KDRT Berupa Penelantaran Keluarga, Paling Banyak
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengaku menerima laporan dari daerah dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berupa penelantaran.
Kepala Pusat Penyuluhan Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional Bambang Palasara, dalam dialog bersama Pro3 RRI menjelaskan jenis-jenis KDRT yakni fisik, psikis, seksual dan penelantaran.
Kemenkumham membuka posko layanan pengaduan secara gratis melalui kanwil di daerah diseluruh Indonesia. Pada umumnya, laporan paling banyak yang masuk yakni penelantaran isteri oleh suami.
“Yang banyak mengadu adalah penelantaran rumah tangga dan itu kategori KDRT 100 persen. Korbannya perempuan dan ibu,” kata Bambang Palasara, dalam dialog bersama Pro 3 RRI, Senin (29/10/2012).
Kasus penelantaran keluarga terjadi akibat pernikahan yang dilakukan secara tidak resmi.
“Kebanyakan akibat nikah siri dan tidak terdaftar sehingga ditinggal oleh suami”.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, definisi KDRT yaitu setiap perbuatan terhadap seseorang yang berakibat timbulnya kekerasan baik fisik, seksual, psikologis dan penelantaran dalam rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, perampasan kemerdekaan secara hukum dalam lingkup rumah tangga.
Ia membantah pelaku kekerasan hanya dilakukan oleh pria. Khusus di kota besar seperti Jakarta, pelaku kekerasan juga banyak dilakukan oleh perempuan. Namun dalam konteks ini, kekerasan terjadi antara majikan dengan pembantunya.
“Pelaku kerasan bukan hanya oleh pria. Memang jumlahnya berimbang, khususnya di ibu kota yang memiliki pembantunya,” ujar Bambang mengklarifikasi bahwa pelaku kekerasan adalah pria.
Melalui UU tentang Penghapusan KDRT, negera memberikan jaminan, perlindungan bagi masyarakat dalam membina rumah tangga yang harmonis dengan menunaikan hak dan kewajiban. (Sgd/WDA)
(Editor : Waddi Armi)
Sumber: rri.co.id