Sindikat Penjualan Dan Penculikan Anak Dan Bayi

 

Untuk kali kesekian, aparat kepolisian kembali berhasil membongar sindikat penjualan bayi. Aparat Poltabes Palembang saat ini terus mengembangkan penyelidikan kasus dugaan penjualan bayi oleh tersangka Akik, 45.

Tersangka menyatakan bahwa enam bayi yang ditemukan di rumahnya sengaja dirawat karena dirinya menyukai anak-anak. Akan tetapi, polisi curiga bahwa bayi-bayi itu adalah korban child trafficking yang diculik dari sejumlah rumah sakit di Palembang atau ditebus dari para orang tua miskin yang tak kuat membayar persalinan atau tidak menghendaki anak yang dilahirkan.

Selain sindikat penjualan bayi menebus dari para orang tua yang rentan secara ekonomi dan menculik anak, modus yang mereka kembangkan tak jarang makin sadis. Kajian ILO-IPEC mengidentifikasi, jika cara halus tak menghasilkan, sindikat perdagangan bayi tidak segan-segan memilih cara kasar. Dalam beberapa kasus, sejumlah perempuan yang malang sengaja dihamili atau diperkosa, kemudian dikirim ke luar negeri untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK) sekaligus ditunggu bayinya hingga lahir untuk diperdagangkan.

Di Indonesia, kasus penjualan bayi dan anak-anak sebetulnya bukanlah hal baru. Studi ILO yang berjudul Child Victims of Trafficking: Case Studies from Indonesia menemukan bahwa perdagangan atau penjualan ank-anak di bawah umur telah lama terjadi untuk berbagai tujuan komersial.

Di Indonesia, setiap tahun rata-rata seratus lebih kasus perdagangan dan penculikan bayi bisa dibongkar aparat kepolisian. Para tersangka yang bisa ditangkap juga telah dijatuhi hukuman yang cukup berat. Tetapi, bukan surut, di lapangan justru cara kerja sindikat itu makin canggih, makin sulit dideteksi.

Kasus terbongkarnya sindikat perdagangan bayi di Palembang belum lama ini sangat mungkin hanyalah puncak gunung es dari besarnya masalah yang sesungguhnya. Di balik penemuan di Palembang itu, bukan tidak mungkin masih ada puluhan, bahkan ratusan, sindikat penjualan bayi lain yang hingga kini terus mencari korban baru.

Di seluruh dunia, PBB memperkirakan sedikitnya 4 juta orang, termasuk anak-anak, menjadi korban trafficking setiap tahun. Untuk wilayah Asia Tenggara, jumlah korban itu diperkirakan 250 ribu orang. Selain itu, Indonesia disebut-sebut sebagai salah satu daerah sumber trafficking, selain juga wilayah transit dan penerima perdagangan manusia.

Kajian ACILS-ICMC mengidentifikasi, sedikitnya ada sepuluh provinsi di Indonesia yang dijadikan sebagai sumber trafficking. Selain itu, 16 provinsi dijadikan sebagai tempat transit dan sedikitnya 12 provinsi dimanfaatkan sebagai daerah penerima korban trafficking.

Tentang jumlah anak dan perempuan yang menjadi korban trafficking di Indonesia, hingga kini memang belum ada data yang benar-benar akurat. Namun, diperkirakan paling tidak 74.616-1 juta anak dan perempuan di Indonesia diperlakukan layaknya komoditas untuk diperjualbelikan dalam rangka mencari keuntungan.

Berdasar hasil pemetaan oleh ILO-IPEC dan berbagai lembaga sosial lain, selama ini sebagian besar anak dan perempuan korban trafficking dimanfaatkan dan dieksploitasi dengan dijadikan sebagai PSK, pelaku pornografi, pengemis, dan pembantu rumah tangga. Selain itu, mereka dimanfaatkan untuk perdagangan narkotika atau dipekerjakan di sektor-sektor yang sangat eksploitatif, seperti jermal atau perkebunan.

Khusus kasus penjualan bayi, anak-anak yang menjadi korban biasanya tidak dijadikan sebagai pelacur, pengemis, atau buruh. Tetapi, sebagian besar diperdagangkan untuk diadopsi keluarga-keluarga yang menginginkan anak. Baik keluarga di dalam maupun luar negeri.

Ditengarai, sindikat penjualan bayi di Indonesia sejak lama menjadi bagian dari jaringan perdagangan internasional yang bersifat ilegal. Sebagai salah satu bentuk tindak kriminal dan child abuse, perdagangan bayi di Indonesia bisa dikatakan sudah termasuk extraordinary crimes. Sebab, jaringannya melintasi perbatasan antarnegara.

Korban yang diperdagangkan itu biasanya dijual kepada pihak yang berminat dengan harga jutaan, bahkan puluhan juta rupiah, bergantung kondisi fisik bayi. Makin menarik dan menyenangkan dilihat, biasanya harga bayi yang dijual itu makin mahal.

Negara tujuan sindikat perdagangan bayi biasanya adalah Malaysia, Singapura, Hongkong, dan sejumlah negara lain di Asia. Bisa dibayangkan sindikat mana yang tak tertarik untuk terlibat dalam praktik perdagangan bayi jika harga bayi di negara-negara itu konon mencapai puluhan, bahkan seratus juta rupiah lebih per bayi. Terutama jika bayi tersebut laki-laki serta tampak bersih dan sehat.

Memberantas sindikat penjualan bayi yang telah lama menggurita harus diakui bukan hal mudah. Lebih dari sekadar peristiwa atau kasus kriminal, praktik penjualan bayi sesungguhnya adalah kejahatan kemanusiaan yang menuntut keterlibatan dan partisipasi masyarakat untuk ikut mencegah dan memberantasnya.

Kesediaan masyarakat untuk ikut menjadi watchdog serta mengawasi berbagai indikasi yang mencurigakan dan kemungkinan perlakuan yang salah kepada anak-anak adalah salah satu kunci untuk mencegah kasus trafficking tidak makin marak.

*) Penulis dosen masalah sosial anak di FISIP Universitas Airlangga

 

Sumber : KendariNews.com