Korban KDRT Minta Kajatisu Periksa Oknum Kejari Simalungun

 

Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) asal Medan, Juwita Fransiska Sitomorang (28) melalui kuasa hukumnya Elisabeth, SH dan Marjoko, SH dari Yayasan Pusaka Indonesia meminta Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara untuk memeriksa tiga oknum Kejaksaan Negeri Simalungun karena lalai dalam mengajukan  Kasasi ke Mahkamah Agung RI terhadap putusan bebas  suaminya yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Simalungun dan telah berbohong kepada korban.  

Dikatakan Elisabeth, ketiga oknum Kejari Simalungun tersebut Sanggam P Siagian, SH, Cony TM Sagala, SH dan Polin Sitanggang telah secara sistematis melakukan pencederaan terhadap Hak Azasi dan rasa keadilan klien kami selaku Korban KDRT.  

‘kami telah berulang kali mengingatkan untuk segera kasasi, namun sampai batas waktu kasasi pihak Kejari Simalungun belum juga menandatangani memori kasasi tersebut, anehnya tiga hari setelah batas akhir barulah pihak Kajari Simalungun menandatangani memori kasasi dan sudah pastilah ditolak, karena sudah lewat waktunya” kata Elisabeth  

Diceritakan Elisabeth setelah putusan bebas tersebut, Jaksa Sanggam P Siagian, SH mengatakan bahwa ia akan mengajukan Kasasi, hal ini juga diperkuat dengan surat permohonan Yayasan Pusaka Indonesia bertanggal 20 Februari 2012 yang meminta Jaksa bersangkutan untuk mengajukan Kasasi. Namun hal ini tidak ditanggapi oleh Jaksa tersebut, bahkan telepon dan SMS pun tidak dibalas, begitu juga Kepala Kejaksaan Negeri Simalungun, Polin Sitanggang, SH.  

Ditambahkan Ely, karena tidak ada jawaban, pada tanggal 29 Februari 2012 Yayasan Pusaka Indonesia bersama dengan korban mendatangi kantor Kejari Simalungun dan bertemu dengan Cony TM Sagala SH selaku Kasi Pidum, yang menyatakan bahwa Akta Kasasi telah ditanda tangani.

Namun ketika hal ini dikonfrontir ke PN Simalungun melalui bagian Kepaniteraan mengatakan telah menolak permohonan kasasi yang diajukan Jaksa Sanggam karena telah lewat batas waktunya.  

Oleh karena itu, mengingat fungsi Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum dan harus lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan Hak Azasi Manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme, maka kami mohon agar Bapak Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dapat mengambil langkah-langkah hukum terhadap ketiga oknum Jaksa tersebut sesuai ketentuan hukum yang berlaku, tegas Elisabeth.  

Seperti diketahui kasus ini berawal pada tanggal 14 Agustus 2011 lalu dimana klien kami Juwita Fransiska Sitomorang (28) telah menjadi  korban kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh suaminya Alvandy Fridom Mangisi Silitonga (32). Akibat dari kekerasan tersebut korban mengalami luka lecet, lembam di sekujur tubuh korban dan pada akhirnya suami korban ditahan di Polsek Bangun, Simalungun.  

Dalam persidangan suami korban Alvandy Fridom Mangisi Silitonga dituntut oleh JPU Sanggam P Siagian  dengan pidana penjara yang sangat ringan selama 3 (tiga) bulan dengan masa percobaan selama 6 (enam) bulan dan pada tanggal 13 Februari 2012 Majelis Hakim Reg.No. 722/Pid.B/2011/PN.Sim membebaskan terdakwa dari segala dakwaan JPU.   ?

Sumber: pusakaindonesia.or.id

Dikatakan Elisabeth, ketiga oknum Kejari Simalungun tersebut Sanggam P Siagian, SH, Cony TM Sagala, SH dan Polin Sitanggang telah secara sistematis melakukan pencederaan terhadap Hak Azasi dan rasa keadilan klien kami selaku Korban KDRT.  

‘kami telah berulang kali mengingatkan untuk segera kasasi, namun sampai batas waktu kasasi pihak Kejari Simalungun belum juga menandatangani memori kasasi tersebut, anehnya tiga hari setelah batas akhir barulah pihak Kajari Simalungun menandatangani memori kasasi dan sudah pastilah ditolak, karena sudah lewat waktunya” kata Elisabeth  

Diceritakan Elisabeth setelah putusan bebas tersebut, Jaksa Sanggam P Siagian, SH mengatakan bahwa ia akan mengajukan Kasasi, hal ini juga diperkuat dengan surat permohonan Yayasan Pusaka Indonesia bertanggal 20 Februari 2012 yang meminta Jaksa bersangkutan untuk mengajukan Kasasi. Namun hal ini tidak ditanggapi oleh Jaksa tersebut, bahkan telepon dan SMS pun tidak dibalas, begitu juga Kepala Kejaksaan Negeri Simalungun, Polin Sitanggang, SH.  

Ditambahkan Ely, karena tidak ada jawaban, pada tanggal 29 Februari 2012 Yayasan Pusaka Indonesia bersama dengan korban mendatangi kantor Kejari Simalungun dan bertemu dengan Cony TM Sagala SH selaku Kasi Pidum, yang menyatakan bahwa Akta Kasasi telah ditanda tangani.

Namun ketika hal ini dikonfrontir ke PN Simalungun melalui bagian Kepaniteraan mengatakan telah menolak permohonan kasasi yang diajukan Jaksa Sanggam karena telah lewat batas waktunya.  

Oleh karena itu, mengingat fungsi Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum dan harus lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan Hak Azasi Manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme, maka kami mohon agar Bapak Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dapat mengambil langkah-langkah hukum terhadap ketiga oknum Jaksa tersebut sesuai ketentuan hukum yang berlaku, tegas Elisabeth.  

Seperti diketahui kasus ini berawal pada tanggal 14 Agustus 2011 lalu dimana klien kami Juwita Fransiska Sitomorang (28) telah menjadi  korban kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh suaminya Alvandy Fridom Mangisi Silitonga (32). Akibat dari kekerasan tersebut korban mengalami luka lecet, lembam di sekujur tubuh korban dan pada akhirnya suami korban ditahan di Polsek Bangun, Simalungun.  

Dalam persidangan suami korban Alvandy Fridom Mangisi Silitonga dituntut oleh JPU Sanggam P Siagian  dengan pidana penjara yang sangat ringan selama 3 (tiga) bulan dengan masa percobaan selama 6 (enam) bulan dan pada tanggal 13 Februari 2012 Majelis Hakim Reg.No. 722/Pid.B/2011/PN.Sim membebaskan terdakwa dari segala dakwaan JPU.   ?

Sumber: pusakaindonesia.or.id