Perdagangan Manusia di Indonesia Meningkat, 88,6% Korban adalah Perempuan

Berdasarkan data dari International Organization for Migration (IOM), hingga April 2006 kasus perdagangan manusia di Indonesia mencapai 1.022 kasus, dengan 88,6 persen korbannya adalah perempuan. Kasus human trafficking pun semakin meningkat dan beragam.

Suasana talkshow bertema tema “Dengan Memperingati Hari Perempuan Sedunia, Mari Bergerak Hapus Perdagangan Manusia” yang digelar Pusat Penelitian dan Pengembangan Gender dan Anak (P3GA) LPPM Unpad (Foto: Dody Yanrival)*

“Kasus human trafficking bukannya semakin menurun, tetapi malah meningkat dan berubah bentuk, dengan tawaran yang menggiurkan dan macam-macam,” ungkap Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Gender dan Anak (P3GA) LPPM Unpad, Dr. Nina Djustiana, drg. M.Kes.

Hal inilah yang menjadi perhatian P3GA dalam memperingati Hari Perempuan Sedunia ke-102 yang jatuh pada hari ini, Kamis, 8 Maret 2012. Bertempat di Ruang Sidang LPPM Unpad, Jln. Banda No.40 Bandung, P3GA menggelar Talkshow Hasil Riset P3GA LPPM Unpad dan Pemutaran Film Dokumenter. Acara ini mengangkat tema “Dengan Memperingati Hari Perempuan Sedunia, Mari Bergerak Hapus Perdagangan Manusia”.

P3GA Unpad sendiri memiliki misi penting dalam memberikan kontribusi langsung yang aplikatif dalam upaya-upaya meningkatkan peran perempuan dan kesetaraan gender, serta perlindungan anak. Selama ini, P3GA Unpad telah melakukan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terkait hal ini. Tahun lalu, bekerja sama dengan Kementerian Sosial, P3GA melakukan penelitian terkait Penanganan Tindak Kekerasan di 6 wilayah di Indonesia, yaitu Pekanbaru, Palembang, Jakarta Timur, Gorontalo, Lombok Timur, dan Probolinggo.

Hasil riset menunjukkan bahwa tindak kekerasan yang dilakukan di daerah-daerah tersebut, mayoritas berupa tindak perdagangan manusia. Perdagangan manusia bukan hanya melibatkan calo atau orang yang tidak dikenal, tetapi bahkan melibatkan tetangga dan teman dekat. “Paling banyak korbannya perempuan, lebih banyak yang dijadikan PSK,” ujar Nina.

Pembicara lain, Binahayati Rusyidi, Ph.D. mengungkapkan beberapa capaian dan tantangan dalam kasus perdangan manusia. Ia mengungkapkan bahwa saat ini telah ada upaya yang signifikan dari pemerintah dalam melakukan upaya pencegahan human trafficking, walaupun belum sepenuhnya memenuhi standar. Salah satu capaian dalam kasus ini yaitu terbentuknya Undang-Undang Perdagangan Manusia tahun 2007, yang diantaranya merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan sejak tahun 2002.

Sementara Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BPPPAKB) Provinsi Jawa Barat Dr. Sri Asmawati Kusumawardani, SH, M.Hum mengungkapkan bahwa sangat sulit membuat para pelaku perdagangan manusia ini jera. Walaupun ditangkap, para pelaku biasanya tidak pernah sadar akan perbuatannya.

Ia mengungkapkan bahwa hal ini harus menjadi perhatian dari berbagai pihak, termasuk masyarakat. Pemerintah pun harus menjadi the strong leadership dalam menangani kasus ini. Pencegahan tidak dapat berhenti hanya dengan menggelar seminar-seminar, tetapi langsung bertindak ke kantung-kantung rekrutmen.

Fenomena perdagangan manusia ini pun ibarat fenomena gunung es. Angka yang tersembunyi di bawah permukaan jauh lebih besar ketimbang yang terlihat di permukaan.  Human Trafficking dapat terjadi pada siapa saja, termasuk kerabat dan orang-orang di sekitar kita. Dengan demikian perlu upaya pencegahan yang serius. “Mudah-mudahan dari diskusi ini ada rekomendasi yang dapat kita tindak lanjuti,” ujarnya.

Sri Asmawati berharap bahwa kedepannya BPPPAKB dapat bekerja sama dengan Unpad dalam membuat “Rumah Pintar” untuk perempuan. Disini, mereka dapat dilatih, dididik, dan diberi modal usaha agar tidak menjadi Tenaga Kerja Perempuan ke luar negeri atau menjadi korban trafficking. *

Sumber:   unpad.ac.id