Menyusui Lebih dari Sekedar Memberi ASI

 

 

Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) merayakan ulang tahunnya yang ke-4. Dalam perayaan itu, ada talkshow dengan tema menarik yang dibawakan dr Utami Roesli. Dr Utami dikenal sebagai salah satu pahlawan ASI Indonesia. Ia telah meraih banyak penghargaan, salah satunya Satya Lancana Karya Satya dari Presiden RI (saat itu BJ Habibie).

“Bincang-bincang bersama dr. Utami ini mengupas bahwa menyusui lebih dari sekadar memberikan ASI,” ujar Ketua Pelaksana HUT ke-4 AIMI Tanti Djaafar.

Dalam memulai pembicaraannya, dr Utami menjelaskan bagaimana cara memberi ASI yang benar. Menurutnya ada empat tahapan:

1. Proses menyusui dimulai secepatnya yaitu segera setelah bayi lahir. Proses tersebut dikenal sebagai Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Dalam proses IMD, bayi diletakkan di kulit ibunya paling tidak satu jam.

2. Menyusui sesuai kemauan bayi. Ibu sebaiknya tidak membatasi atau menjadwalkan pemberian ASI. Lakukan proses menyusui tersebut kapanpun bayi mau.

3. Dalam enam bulan pertama yang masuk ke dalam mulut bayi hanya ASI.

4. Susui anak sampai dua tahun atau lebih bersama pemberian makanan pendamping ASI.

Cara pemberian ASI yang dipaparkan di atas, menurut dr. Utami, sesuai dengan empat standar emas pemberian makanan bayi yang ditetapkan WHO. Khusus mengenai pemberian makanan pendamping ASI, dokter lulusan Universitas Padjajaran itu menyarankan makanan itu dibuat sendiri oleh ibu atau makanan rumahan bukan kemasan.

“Makanan keluarga menurunkan 6% kematian anak,” jelas dr. Utami saat ditemui di Restoran Sindang Reret, Jakarta Selatan, baru-baru ini.

Wanita yang merupakan kakak almarhum Harry Roesli itu kemudian membeberkan berbagai manfaat proses menyusui. Apa saja?

Pertama, ibu yang menyusui bayinya setidaknya sampai enam bulan mengurangi kemungkinan ibu menderita kanker payudara, kanker rahim dan kanker indung telur. Perlindungan terhadap kanker payudara ini sesuai dengan lama pemberian ASI. Ibu yang menyusui lebih dari dua tahun, akan 50% lebih jarang menderita kanker payudara.

Kedua, bayi yang tidak diberi ASI, bisa menurunkan perkembangan kecerdasan kognitifnya. Berbagai penelitian sudah mengungkap hal tersebut.

Penelitian pada 3.800 anak di Australia misalnya. Anak-anak tersebut diteliti sejak lahir untuk mencari tahu pengaruh pemberian ASI dan perkembangan kognitifnya. Hasilnya, dalam tes kosakata, anak perempuan yang mendapatkan ASI memiliki skor 8,2 poin lebih tinggi. Sedangkan anak laki-laki memiliki skor 5,8 poin lebih tinggi.

Ketiga, anak ASI lebih sehat. Hal itu karena selain makanan, ASI mengandung cairan hidup yang terdiri atas zat hidup seperti daya tahan tubuh. Sekali lagi berdasarkan penelitian, di Amerika Serikat 400 bayi meninggal/tahun akibat muntah dan mencret. 300 di antara 400 bayi tersebut tidak disusui. Bayi yang diberi susu formula juga bisa enam kali lebih sering mengalami penyakit saluran pernapasan.

Selain tiga hal di atas, masih ada banyak manfaat lain dari ASI. Oleh karena itu dr. Utami tidak henti-hentinya memperjuangkan ASI.

Agar pemberian ASI lebih optimal, dokter yang merupakan ibu dua anak itu meminta pada para ibu agar dalam proses menyusui, tidak sekadar memberi ASI saja.

“Menyusui bukan hanya memberi makan, tapi juga mendidik. Dengan menyusui kita akan merangsang kelima inderanya,” tuturnya.

Saat menyusui, dr. Utami menganjurkan ibu untuk bicara kepada bayi. Jika ingin lebih baik lagi, ibu menyanyi.

“Melodi akan merangsang otak kanan dan kata-kata merangsang otak kiri,” jelas dokter yang meraih gelar masternya di University The City of Manila, Filipina itu.

 

Sumber: ibudanbalita.com