Home Si Kecil Hanya Mau Sama Ibunya

Si Kecil Hanya Mau Sama Ibunya

 

Anda sedang memasak, dan tiba-tiba si kecil bangun tidur dan keluar dari kamarnya. Mendapati dirinya tanpa teman, si kecil pun langsung menghampiri Anda sambil menangis. Suami pun berinisiatif mengajaknya keluar dari dapur. Namun si kecil enggan ditemani ayahnya. Sambil meronta-ronta, keluarlah rengekan khasnya, "Mau sama ibuuuu...!"

Anda pasti sering mengalami hal seperti ini, ketika si kecil tidak mau diasuh ayahnya. Pokoknya, apapun yang ia lakukan, harus dilakukan bersama ibu. Padahal, Anda sedang repot, sehingga untuk sementara tidak bisa menemaninya.

Sebagian anak memang sangat terikat dengan ibunya. Mereka hanya merasa nyaman ketika ibunya ada di sekitarnya. Bagaimanapun juga, sejak lahir ia merasakan kehangatan ibunya. Ia merasa nyaman dengan dekapan, kulit ibu yang lembut, bahkan aroma tubuhnya yang khas. Maka, kondisi seperti itulah yang membuatnya terbiasa. Sedangkan ayah, meskipun di saat-saat lain juga menyenangkan untuk diajak main, tetapi tidak dapat memberikan kehangatan yang sama dengan sosok ibu.

Kedekatan ini masih ditambah dengan kebiasaan ibu yang berkaitan dengan sifat-sifat keperempuanannya. Perempuan mampu ber-multitasking, dan bisa melakukan hal-hal yang sifatnya detail atau ribet. Misalnya, mencari mainannya yang hilang, menyiapkan makan, merapikan kamar dan tempat tidurnya, memilihkan pakaiannya, hingga membantunya mencari hadiah untuk ulang tahun temannya.

Sebaliknya, ayah biasanya hanya meneruskan pekerjaan ibu. Misalnya, menyuapi setelah makanan siap, bermain, dan mengantar ke sekolah. Ketika ayah mencoba mengambil alih pekerjaan detail yang biasanya disiapkan ibu, anak merasa yang dilakukan ayah tidak sesuai keinginannya. Cara ayah membuat telor ceplok, misalnya, tidak seperti cara Anda membuatnya. Ketika ayah merapikan tempat tidurnya, mungkin ada posisi bantal-guling atau mainannya yang berubah tempat.

Penolakan ini seringkali membuat ayah merasa terasing. Pada saat ia merasa ingin membantu Anda, ingin kehadirannya diakui anak, atau ingin membuktikan bahwa ia terlibat dalam pengasuhan anak, ternyata anak justru tidak mengharapkannya. Memang, penolakan anak ini biasanya tidak berlangsung lama. Ketika hatinya sedang baik, atau sudah tidak marah lagi, ia pasti akan menghambur lagi dalam pelukan ayahnya. Anak pun akan merasa kehilangan sosok ayahnya.

Bila situasi seperti ini terjadi lagi, ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan:

1. Berikan pengertian kepada anak, bahwa ayah yang dimilikinya adalah ayah yang perhatian. Ayahnya sayang padanya, dan ingin bisa bersamanya.

2. Anda juga perlu membesarkan hati dari suami, karena suami mungkin menjadi sedikit frustrasi karena diasingkan oleh buah hatinya sendiri. Minta dia untuk lebih sering menemani anak, sementara Anda menyibukkan diri dengan aktivitas lain yang Anda sukai. Tugas ayah yang paling disukai suami pastilah bermain bersama anak. Jadi, minta ia mengajarkan suatu permainan atau kegiatan pada anak. Misalnya, main bola, main ayunan di taman, membacakan dongeng, memancing, atau bahkan, masak-masakan bersama. Bersenang-senang selama satu jam atau lebih pun bisa membangun relasi yang lebih solid, dan memberikan anak perspektif dan sentuhan pria dalam hidupnya.

3. Untuk ayah yang sering bekerja lembur, tak ada salahnya menyisihkan waktu untuk menemui anak di sela-sela jam kerjanya. Bila mungkin, ajak anak untuk mengunjungi tempat kerja ayahnya, agar ia tahu ayahnya sedang bekerja. Memberikan gambaran mengenai kehidupan orangtua di kantor bisa membuat anak merasa tidak begitu terpisah, dan lebih terlibat dalam aktivitas ayah di luar rumah. Hal itu juga bisa membangun kepercayaan dirinya, menjelaskan apa makna bekerja, dan memperbaiki keyakinan dirinya. Hal yang sama bisa Anda lakukan dengan sesekali mengajaknya ke kantor Anda.

4. Bila Anda dan suami sama-sama bekerja, kadang-kadang telepon saja tidak cukup memenuhi kebutuhan membangun relasi. Sebagai tambahan, Anda bisa mengirimkan pesan yang lebih menarik seperti melalui fax atau e-mail, dimana anak bisa memamerkan gambar-gambar buatannya.

5. Bila Anda harus sering traveling, tinggalkan pesan-pesan manis di lunch box-nya, dan beri gambar-gambar yang akan mengingatkan anak pada Anda. Pasang kalender di dekat meja belajar atau tempat tidurnya, yang menunjukkan kapan Anda pergi dan kapan kembali. Anak akan tahu kapan ayah-ibunya akan kembali, atau jam berapa Anda akan pulang. Anak yang mengerti rutinitas orangtuanya biasanya akan merasa lebih terlibat, dan lebih mampu menerima kenyataan bahwa Anda harus sering bepergian

Sumber kompas.com

 
Banner
Banner
Banner
Banner
Banner
Banner
Banner

" Rasanya ingin kembali menjadi Balita. Polos ... apa adanya ... tanpa beban"
Bu Anto Kader dari RT 1

Banner
free counters
Free counters

My site is worth$15,643.58Your website value?