Home Tradisional Upacara Tradisional Tingkepan

Tingkepan

Tingkepan adalah sebuah acara adat yang dilakukan untuk permohonan bagi seorang perempuan yang baru pertama kali hamil yaitu pada saat usia kehamilan memasuki bulan ke empat (neloni) dan pada masa kehamilan memasuki bulan ke tujuh (mitoni), dengan istilah neloni mitoni atau tingkepan.

Secara eksplisit tidak ada petunjuk yang dapat dijadikan dasar acara tersebut, sehingga ada yang mengatakan acara itu sebagai perbuatan sesat (bid’ah). Sebenarnya pelaksanaan tingkepan berangkat dari memahami hadis nabi yang diriwayatkan Bukhori, yang menjelaskan tentang proses perkembangan janin dalam rahim seorang perempuan. Dalam hadis tersebut dinyatakan bahwa pada saat janin berumur 120 hari (4 bulan) dalam kandungan ditiupkan ruh dan ditentukan 4 perkara, yaitu umur, jodoh, rizki dan nasibnya. Sekalipun dalam hadis tersebut tidak ada perintah untuk melakukan ritual, tetapi melakukan permohon pada saat itu tidak dilarang.


Dengan dasar hadis tersebut, maka kebiasaan orang jawa khususnya Yogya-Solo mengadakan upacara adat untuk melakukan permohonan agar janin yang ada dalam rahim seorang istri lahir selamat dan menjadi anak yang sholeh / sholehah.

1.1       Pelaksanaan dan perlengkapan

  1. Waktu pelaksanaan

Antara pukul 9.00 sampai dengan pukul 11.00 calon ibu mandi dan cuci rambut yang bersih, mencerminkan kemauan yang suci dan bersih. Kira-kira pukul 15.00-16.00, upacara tingkepan dapat dimulai, menurut kepercayaan pada jam-jam itulah bidadari turun mandi. Undangan sebaiknya dicantumkan lebih awal pukul 14.30 WIB.

  1. Hari pelaksanaan

Biasanya dipilih hari Rabu atau hari Sabtu, tanggal 14 dan 15 tanggal jawa, menurut kepercayaan agar bayi yang dilahirkan memiliki cahaya yang bersinar, dan menjadi anak yang cerdas.

  1. Pelaksana yang menyirami atau memandikan

Para ibu yang jumlahnya tujuh orang, yang terdiri dari sesepuh terdekat. Upacara dipimpin oleh ibu yang sudah berpengalaman.

  1. Perlengkapan yang diperlukan

Satu meja yang ditutup dengan kain putih bersih, di atasnya ditutup lagi dengan bangun tolak, kain sindur, kain lurik, yuyu sekandang, mayang mekak atau letrek, daun dadap srep, daun kluwih, daun alang-alang. Bahan bahan tersebut untuk lambaran waktu siraman.

  1. Perlengkapan lainnya
  1. Bokor di isi tujuh mata air, dan kembang setaman untuk siraman.
  2. Batok (tempurung) sebagai gayung siraman (Ciduk).
  3. Boreh untuk mengosok badan penganti sabun.
  4. Kendi dipergunakan untuk memandikan paling akhir.
  5. Dua anduk kecil untuk menyeka dan mengeringkan badan setelah siraman
  6. Dua setengah meter kain mori dipergunakan setelah selesai siraman.
  7. Sebutir telur ayam kampung dibungkus plastik
  8. Dua cengkir gading yang digambari Kamajaya dan Kamaratih atau Arjuna dan Dewi Wara Sembodro.
  9. Busana Nyamping aneka ragam, dua meter lawe atau janur kuning.
  10. Baju dalam dan nampan untuk tempat kebaya dan tujuh nyamping, dan stagen diatur rapi.
  11. Perlengkapan Kejawen kakung dengan satu pasang kain truntum. Calon ayah dan ibu berpakain komplet kejawen, calon ibu dengan rambut terurai dan tanpa perhiasan.
  1. Selamatan atau sesaji tingkepan
  1. Tumpeng robyong dengan kuluban, telur ayam rebus, ikan asin yang digoreng.
  2. Peyon atau pleret adonan kue atau nogosari diberi warna-warni dibungkus plastik, kemudian dikukus.
  3. Satu pasang ayam bekakah (ingkung panggang).
  4. Ketupat lepet (ketupat dibelah diisi bumbu).
  5. Bermacam buah-buahan.
  6. Jajan pasar dan pala pendem (ubi-ubian).
  7. Arang-arang kembang satu gelas ketan hitam goring sangan.
  8. Bubur putih satu piring.
  9. Bubur merah satu Piring.
  10. Bubur Sengkala satu piring.
  11. Bubur procot atau ketan procot, ketan dikaru santan, setelah masak dibungkus dengan daun atau janur kuning yang memanjang tidak boleh dipotong atau dibiting.
  12. Nasi kuning ditaburi telur dadar, ikan teri goreng, ayam, rempah.
  13. Dawet ayu (cendol, santan dengan gula jawa).
  14. Rujak manis terdiri dari tujuh macam buah.
  15. Perlengkapan selamatan tingkepan diatas, dibacakan doa untuk keselamatan seluruh keluarga. Kemudian dinikmati bersama tamu undangan dengan minum dawet ayu, sebagai penutup.

1.2       Tata Cara Melaksanakan Tingkepan

  • Siraman

Siraman atau mandi merupakan simbol upacara sebagai pernyataan tanda pembersihan diri, baik fisik maupun jiwa. Pembersihan secara simbolis ini bertujuan membebaskan calon ibu dari dosa-dosa sehingga kelak si calon ibu melahirkan anak, ia tidak mempunyai beban moral sehingga proses kelahirannya menjadi lancar. Upacara siraman dilakukan di kamar mandi dan dipimpin oleh dukun atau anggota keluarga yang dianggap sebagai yang tertua.

Untuk melakukan ritual ini, dipilih tujuh orang wakil keluarga yang dituakan. Mereka yang menyiram si ibu yang mengandung ini akan diberikan suvenir berisi tujuh macam pernak-pernik yang dikemas cantik. Isinya biasanya berupa pensil, handuk, sisir, benang, cermin, jarum, dan sabun.

  • Memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain calon ibu oleh sang suami.

Ritual ini dilakukan dengan memasukkan telor ayam kampung ke dalam kain (sarung) si calon ibu oleh sang suami, melalui bagian atas perut lalu telur dilepas sehingga pecah. Upacara ini dilaksanakan di tempat siraman (kamar mandi) sebagai simbol harapan agar bayi lahir dengan mudah tanpa aral melintang. Kalau telurnya pecah, berarti diramalkan bayi yang lahir perempuan, tapi kalau tidak berarti laki-laki.

  • Memasukkan kelapa gading muda.

Upacara ini disebut juga brojolan, atau memasukkan sepasang kelapa gading muda yang telah digambari Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembrada ke dalam sarung dari atas perut calon ibu ke bawah. Makna simbolis dari upacara ini adalah agar kelak bayi lahir dengan mudah tanpa kesulitan.

Upacara brojolan dilakukan di depan senthong tengah atau pasren oleh nenek calon bayi (ibu dari ibu si bayi) dan diterima oleh si nenek besan. Kedua kelapa itu lalu ditidurkan di atas tempat tidur layaknya menidurkan bayi. Secara simbolis gambar Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembrada melambangkan kalau si bayi lahir akan elok rupawan dan memiliki sifat-sifat luhur sperti tokoh yang digambarkan tersebut. Kamajaya dan Dewi Ratih atau Arjuna dan Sembrada merupakan tokoh pewayangan ideal orang Jawa.

  • Memutus lawe/lilitan benang/janur

Ritual ini meliputi adegan memutus lilitan janur/lawe yang dilingkarkan di perut calon ibu. Janur/lawe dapat diganti dengan daun kelapa atau janur. Lilitan ini harus diputus oleh calon ayah dengan maksud agar kelahiran bayi lancar.

  • Memecahkan periuk dan gayung.

Memecahkan periuk atau gayung yang terbuat dari tempurung kelapa (siwur) menyimbolkan member sawab (doa dan puji keselamatan) agar nanti kalau si ibu masih mengandung lagi, kelahirannya juga tetap mudah.

  • Minum jamu sorongan

Upacara minum jamu sorongan, melambangkan agar anak yang dikandung itu akan mudah dilahirkan seperti di dorong.

  • Nyolong endhog

Upacara nyolong endhog, melambangkan agar kelahiran anak cepat dan lancar secepat pencuri yang lari membawa curiannya. Upacara ini dilaksanakan oleh calon ayah dengan mengambil telur dan membawanya lari dengan cepat mengelilingi kampung.

  • Ganti busana

Upacara ganti busana dilakukan oleh ibu dengan tujuh jenis kain batik dengan motif yang berbeda. Ibu akan memakai kain model kemben terbaik, dengan harapan agar kelak si bayi juga memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambang kain.

Motif kain tersebut adalah:

  1. Sidomukti (melambangkan kebahagiaan),
  2. Sidoluhur (melambangkan kemuliaan),
  3. Truntum (melambangkan agar nilai-nilai selalu dipegang teguh),
  4. Parangkusuma (melambangkan perjuangan untuk tetap hidup),
  5. Semen rama (melambangkan agar cinta kepada kedua orangtua yang sebentar lagi menjadi bapak-ibu tetap bertahan selama-selamanya atau tidak terceraikan),
    1. Udan riris (melambangkan harapan agar kehadiran dalam masyarakat anak yang akan lahir selalu menyenangkan),
  6. Cakar ayam (melambangkan agar anak yang akan lahir kelak dapat mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya).

Setiap si calon ibu berganti kain, para tamu akan ditanya oleh MC atau pemandu acara itu, apakah si calon ibu sudah pantas memakai kain tersebut, dan para tamu akan serempak menjawab, “Beluuummm..” Pada kain ke tujuh, baru mereka akan menjawab, “Sudah pantas..” Si ibu yang sedang mengandung akan didandani oleh perias untuk mengenakan kebaya dan motif yang terbaik lengkap dengan riasan yang cantik juga, untuk selanjutnya akan berjualan rujak bersama suami.

Kain terakhir yang tercocok adalah kain dari bahan lurik bermotif lasem dengan kemben motif dringin. Upacara ini dilakukan di senthong tengah.

  • Rujakan

Dimana rasa rujak yang dibuat oleh calon ibu, juga menentukan jenis kelamin bayi yang akan dilahirkan. Jika rujaknya pedas, mengindikasikan si bayi berjenis kelamin perempuan. Lalu para tamu diperkenankan membeli rujak dengan uang bohong-bohongan, yaitu uang dari pecahan genting tanah liat atau kreweng.

Dengan dilaksanakannya seluruh upacara tersebut di atas, upacara mitoni dianggap selesai ditandai dengan doa yang dipimpin oleh dukun dengan mengelilingi selamatan. Selamatan atau sesajian sebagian dibawa pulang oleh yang menghadiri atau meramaikan upacara tersebut.

1.3 Lambang atau Makna yang Terkandung Dalam Unsur Upacara Mitoni

Upacara-upacara mitoni yaitu upacara yang diselenggarakan ketika kandungan dalam usia tujuh bulan, memiliki simbol-simbol atau makna atau lambang yang dapat ditafsirkan sebagai berikut:

1.         Sajen tumpeng, maknanya adalah pemujaan (memule) pada arwah leluhur yang sudah tiada. Para leluhur setelah tiada bertempat tinggal di tempat yang tinggi, di gunung-gunung.

2.         Sajen jenang abang, jenang putih, melambangkan benih pria dan wanita yang bersatu dalam wujud bayi yang akan lahir.

3.         Sajen berupa sega gudangan, mengandung makna agar calon bayi selalu dalam keadaan segar.

4.         Cengkir gading (kelapa muda yang berwarna kuning), yang diberi gambar Kamajaya dan Dewi Ratih, mempunyai makna agar kelak kalau bayi lahir lelaki akan tampan dan mempunyai sifat luhur Kamajaya. Kalau bayi lahir perempuan akan secantik dan mempunyai sifat-sifat seluhur Dewi Ratih

5.         Benang lawe atau daun kelapa muda yang disebut janur yang dipotong, maknanya adalah mematahkan segala bencana yang menghadang kelahiran bayi.

6.         Kain dalam tujuh motif melambangkan kebaikan yang diharapkan bagi ibu yang mengandung tujuh bulan dan bagi si anak kelak kalau sudah lahir.

7.         Sajen dhawet mempunyai makna agar kelak bayiyang sedang dikandung mudah kelahirannya.

8.         Sajen berupa telur yang nantinya dipecah mengandung makna berupa ramalan, bahwa kalau telur pecah maka bayi yang lahir perempuan, bila telur tidak pecah maka bayi yang lahir nantinya adalah laki-laki.

1.4       Simbol yang Terkandung Dalam Unsur Upacara Mitoni

A.        Takir Pontang (noto piker dan pontang panting)

Takir pontang adalah tempat makanan yang akan disajikan, yang terbuat dari daun pohon pisang dan janur dan dibentuk menyerupai kapal yang mempunyai maksud bahwa dalam mengarungi bahtera kehidupan harus menata diri dengan menata pikiran karena laju perjalanan bahtera selalu pontang panting mengikuti gelombang kehidupan.

Dalam bahasa jawa daun pisang mempunyai 3 tingkatan nama, yaitu:

1.         Daun muda disebut pupus

Dalam mengarungi bahtera kehidupan harus senantiasa berserah diri kepada Sang Maha Pencipta (tawakal), karena manusia ada di dunia ada yang mengadakan dan yang mengatur kehidupannya, untuk itu semuanya diserahkan kepada sang maha Pengatur segalanya. Tawakal harus senantisa menghiasi semua gerak dan langkahnya dalam meraih impian hidupnya, baik hidup di dunia maupun hidupnya di akherat kelak.
2.         Daun yang berwarna hijau tua disebut ujungan

Ujung dalam bahasa jawa mempunyai maksud penyerahan, dalam arti penyerahan seorang abdi kepada majikannya. atau penyerahan anak kepada bapaknya, dalam hal ini maksudnya adalah orang harus menyerahkan diri (menghamba) secara total kepada sang Maha Pencipta, karena manusia diciptakan untuk mengabdi kepada sang pencipta. Sebagaimana ikrar nabi Ibrahim yang diabadikan dalam Al-Quran dan dijadikan doa iftitah dalam sholat, ‘ sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata mata untuk mengabdi kepada Tuhan seru sekalian alam.
3.         Daun yang telah kering disebut klaras

Klaras menjadi nglaras yang berarti hidup haruslah santai, tidak perlu tergesa gesa agar setiap langkahnya selalu dalam kebenaran, karena apabila tergesa-gesa akan gampang salah dan mudah menjadi kacau. Dalam menjalankan tugasnya sebagai kholifatullah di bumi ini manuasia harus sabar, sabar dalam beribadah, sabar dalam menerima musibah dan sabar dalam segala keadaan, apapun dan bagaimanapun harus dihadapinya.

Untuk bisa menjalankan ketiga hal tersebut dibutuhkan pertolongan dari sang Maha Segalanya, yang dalam hal ini disimbulkan dengan janur. Dalam bahasa jawa janur singkatan dari sejatining nur. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat An-nur ayat 35. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allahlah Nurnya bumi dan langit serta apa saja yang ada di dalamnya. Nur adalah simbol penerangan, orang akan sulit melakukan aktifitas apabila dalam kegelapan, untuk itu dibutuhkan adanya penerangan agar tidak menabrak kesana kemari. Orang yang selalu dalan sinar illahi akan senantisa tenang dalam menjalani hidup dan akan selalu dalal ridlo-Nya.

B.        Sudi

Sudi terdiri dari dua suku kata, yaitu Su dan Di, yang mempunyai arti baik dan indah, bentuk dari sudi menyerupai payu dara seorang perempuan, yang mempunyai maksud rizqi seorang anak untuk pertama kalinya didapat dari air susu ibu. Maksud dari sudi adalah orang harus memberi nafkah kepada anak dan istrinya (keluarga) harus dengan rizki yang halal dan baik (Halalan Thoyyiban).

C.        Jadah

Jadah adalah makanan yang terbuat dari ketan, yang merupakan analog dari bahasa arab Jadda, yang diambil dari kata mutiara “man jadda wajada” yang artinya orang yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Dalam pepatah jawa dikatakan “wong kang tekun bakal merkoleh teteken kang tundone bakal tinemu”.
Teken adalah tongkat yang biasa digunakan oarang tua yang sudah payah dalam berjalan, atau digunakan orang buta untuk membantu dirinya dalam berjalan. Dengan adanya teken orang tidak mudah putus asa dalam mengarungi bahtera kehidupan, karena ada yang menopang dirinya apabila mengalami kelelahan, atau apabila dalam kegelapan, sementara tidak membawa alat penerangan bisa digunakan untuk membantu menelusuri kegelapan agar terhindar dari rintangan yang ada dihadapannya.

Dalam penyajiannya jadah dibuat berwarna-warni, diantaranya putih, kuning, hijau, merah dsb, yang mempunyai maksud:

  1. Putih, adalah lambang kesucian, dalam menjalani rutinitas kehidupannya harus selalu dalam keadaan suci, lahir maupun batin. Apa yang diusahakan haruslah suci.

2.   Kuning, adalah lambang kebangkitan, maksudnya dalam keadaan apapun dan bagaimanapun tidak boleh putus asa, apabila menemui kegagalan harus bangkit dan berusaha kembali, belajar dari kegagalannya agar tidak terulang, apabila salah dalam melangkah secepatnya dikoreksi kesalahannya dst.

  1. Hijau adalah lambang kemakmuran, artinya semua usaha yang dilakukan dalam rangka menciptakan kemakmuran. Kemakmuran dalam pengertian yang luas, yaitu dalam rangka mewujudkan rahmatan lil ‘alamin.
  2. Merah, adalah lambang keberanian, orang harus berani melakukan apa saja demi terwujudnya cita cita, selama apa yang dilakukan tidak melanggar norma yang berlaku, terlebih norma agama.

Disamping makna-makna diatas, warna-warni juga mengandung maksud berbagai macam bentuk usaha atau profesi, orang tidak boleh terpaku pada satu macam usaha atau profesi, sehingga tidak mudah merasa puas serta tidak mudah putus asa, karena dalam hidup di dunia ini banyak sekali pilihan usaha yang dapat dijadikan pilihan, untuk memenuhi hajat hidupnya.

 

Sumber wartawarga.gunadarma.ac.id

 
Banner
Banner
Banner
Banner
Banner
Banner
Banner

" Mereka tak mau digendong ... dan tak mau dipegang tangannya. Berjalan sendiri dengan wajah bersemangat.  Ya ... menambah semangatku untuk lebih giat melayaninya"
Bu Agus Kader dari RT 5

Banner
free counters
Free counters

My site is worth$15,643.58Your website value?