Upacara Sejak Kehamilan Sampai Khitanan

 

Ada banyak adat istiadat Jawa, sejak ibu mulai hamil, melahirkan anak, anaknya menikah, sampai seseorang meninggal. Desa mawa cara, negara mawa tata ; artinya, setiap desa mempunyai cara sendiri-sendiri, setiap negara mempunyai aturan sendiri-sendiri. Ada variasi atau perbedaan dari berbagai upacara antar daerah.

Umumnya, Adat Jawa dilakukan dalam bentuk syukuran, untuk mengucapkan rasa syukur pada Tuhan YME, yang terdiri atas:

1. Syukuran saat seorang wanita mulai hamil.

2. Syukuran  pada bulan ke dua, ke empat dan ke tujuh kehamilan

3. Syukuran tingkeban

4. Syukuran saat bayi lahir

5. Syukuran sepasaran, selapanan, dan puputan

6. Syukuran tedak siten

7. Khitanan

 

1. Syukuran saat seorang wanita mulai hamil .

Pada saat seorang wanita terlambat haidnya, diadakan upacara syukuran pada hari weton si wanita. Weton adalah saat lahir seseorang, berdasar Kalender Jawa. Tembung Weton berasal dari tembung metu atau keluar, maksudnya hari lahir.  Jika dalam Kalender Masehi dikenal hari-hari Senin sampai Minggu, maka dalam Kalender Jawa, dikenal hari-hari pasaran, yaitu Kliwon, Legi, Paing, Pon , dan Wage . Orang yang lahir hari Jumat Kliwon, berarti weton nya adalah Jumat Kliwon.

 

2. Syukuran  pada bulan ke dua, ke empat dan ke tujuh kehamilan

Syukuran bulan ke empat disebut ngupati , atau ngapati (dari kata papat, atau empat) , dan syukuran bulan ke tujuh disebut mitoni (dari kata pitu atau tujuh), tingkeban , atau nuju bulanin (Bahasa Betawi).

Selain bersyukur pada Tuhan, upacara syukuran itu juga dimaksudkan untuk mohon doa dan  berbagi rasa bahagia pada saudara, sahabat, dan tetangga. Bentuk rasa syukur, tergantung niat si empunya hajat. Bisa cukup sederhana, dengan sekedar membagikan bubur abang-putih dan jajan pasar pada kerabat dan tetangga; bisa juga dengan membagikan sega gudangan , bahkan mengundang kerabat dan tetangga, dan menjamunya dengan hidangan yang pantas. Semua upacara,selalu diawali dan diakhiri dengan doa.

Dalam hadist dinyatakan, bahwa ruh manusia ditiupkan pada hari ke 120, atau pada umur kehamilan empat bulan. Di beberapa tempat, tumbuh dan berkembang tradisi baru, yaitu pengajian dan pembacaan doa pada umur kehamilan empat bulan.

 

3. Syukuran tingkeban

Upacara ini, biasanya dilakukan hanya pada kehamilan yang pertama.  Urutan upacaranya adalah seperti berikut.

3.1. Siraman calon ibu.

Mula-mula disiapkan air yang di dalamnya sudah diisi dengan kembang setaman .  Calon ibu memakai kain batik yang dililitkan (kemben ) pada tubuhnya..Dalam posisi duduk, calon ibu mula-mula disirami oleh suaminya, lalu oleh orang tua dan sesepuh lainnya. Maksud upacara ini adalah untuk mencuci semua kotoran, dan hal-hal negatif lainnya.

3.2.Tlisipan endog ayam .

Setelah siraman, calon ayah memasukkan endog ayam (telur ayam) (kampung) di bagian dada dari kain yang dikenakan calon ibu, lalu mengurutkannya ke bawah, sampai ke luar. Ini melambangkan permohonan, agar bayi lahir dengan lancar dan selamat.

3.3. Santun busono

Santun berarti berganti, busono adalah pakaian. Calon ibu secara bergantian memakai (melilitkan pada tubuh) 7 (tujuh) kain batik, yang berbeda coraknya. Ini melambangkan, bahwa ibu calon bayi sadar, bahwa dalam membesarkan dan mendidik anak nantinya, akan dijumpai berbagai corak kehidupan. Corak batik yang dipakai urut, mulai dari yang terbaik sampai terjelek, yaitu 1) sidoluhur, 2) sidomukti, 3) truntum, 4) wahyu tumurun, 5) udan riris, 6) sido asih, 7) lasem.

Setiap memakai corak kain, si calon ibu berlaku seperti peragawati di depan para tamu. Pada saat memakai sidomukti sampai sido asih, para tamu mengatakan “Bagus, tapi tidak cocok”, atau “Mahal tapi tidak serasi”, tetapi pada saat memaki corak yang paling sederhana, yaitu lasem, para tamu mengatakan:” Sederhana, tapi cocok”, “Biasa-biasa, tapi karena yang memakai cantik, ya serasi”. Ini melambangkan, doa agar si bayi nantinya menjadi orang yang sederhana.

Angka 7 melambangkan 7 lubang tubuh (2 di mata, 2 di telinga, 1 di mulut, 1 di dubur, dan 1 di alat kelamin), yang harus selalu dijaga kesucian dan kebersihannya. Ada pengertian lain dari angka 7 ini yang disebut keratabasa . Angka 7, dalam Basa Jawa disebut pitu , keratabasa dari pitu-lungan (pertolongan).

3.4. Nyigar klapa gading

Selanjutnya, ibu dari si calon ibu menyerahkan kepada si calon ibu, dua butir kelapa gading, yang masing-masing telah digambari Dewa Kamajaya dan Dewi Ratih, atau Arjuna dan Sembodro. Gambar tokoh wayang melambangkan doa, agar nantinya si bayi jika laki-laki akan setampan Dewa Kamajaya atau Arjuna, dan jika wanita secantik Dewi Ratih atau Sembodro. Kedua dewa dan dewi ni merupakan lambang kasih sayang sejati. Oleh si calon ibu, kedua butir kelapa diserahkan pada suaminya (calon bapak), yang akan membelah kedua butir kelapa gading menjadi dua bagian dengan bendo .  Ini melambangkan, bahwa jenis kelamin apa pun, nantinya, terserah pada kekuasaan Allah.

3.5. Dodol dawet lan rujak

Pada awal upacara, para tamu diberi duwit kreweng . Kreweng adalah genting yang dipecah. Sekarang, ada duwit kreweng yang dibuat khusus yang  ornamennya, yang dijual di pasar-pasar tradisional.  Beberapa perias penganten juga menyediakan uang kreweng ini. Kemudian, para tamu membeli dawet dan rujak , yang melayani (menjual) adalah si calon ibu dan calon ayah. Si calon ibu melayani pembelinya, sedang si ayah menerima uang untuk disimpan. Jual beli dawet dengan duwit kreweng , melambangkan doa agar lancarlah  rejeki yang akan diterima, dan niat calon ibu dan ayah untuk bersama-sama menyimpan kekayaan..

3.6. Kembul bujana

Kembul adalah bersama-sama, sedang bujana adalah makan, maksudnya makan bersama. Lazimnya disediakan nasi tumpeng. Ini merupakan acara akhir dari tingkeban .

 

4. Syukuran saat bayi lahir

Dalam tradisi Islam, pada setiap bayi yang lahir, ayahnya membisikkan adzan di telinga kanan bayi, dan iqomat di telinga kirinya. Jadi, suara yang pertama kali didengar adalah suara illahiah.

Setelah bayi lahir,  ari-ari (plasenta) dicuci bersih, dan diamati dengan seksama untuk memeriksa, mungkin ada bagian ari-ari yang tertinggal di rahim (robek). Setelah itu, ari-ari dibungkus dengan kain putih, lalu dimasukkan ke dalam kendil (periuk). Kendil diisi juga uba rampe , yaitu: kembang setaman , minyak wangi, kunyit, garam, jarum jahit, benang, kemiri, ikan asin, sirih yang digulung, dan alat tulis (pensil, buku tulis).  Lalu kendil ditutup, kemudian ditanam, biasanya di depan rumah. Ada juga yang menggantung kendil itu. Setiap malam, selama 40 hari, di atas kendil itu dinyalakan lampu minyak tanah. Sebelum dan sesudah kendil itu ditanam, ayah si bayi memanjatkan doa.

 

5. Syukuran sepasaran, selapanan, dan puputan

Syukuran sepasaran dan selapanan dilaksanakan saat bayi berumur 5 dan 35 hari, syukuran puputan dilaksanakan pada hari setelah tali pusar bayi lepas (putus).

Pada saat bayi puput , orang tuanya memberi nama pada anaknya. Mestinya dipilih nama yang indah dan mengandung doa. Biasanya, tali pusar yang putus itu dikeringkan, dibungkus kain putih, lalu disimpan.

Di beberapa tempat, orang tua bayi mengirimkan berkatan , yaitu makanan (nasi dan lauk pauk) di dalam besek (sekarang doos) pada kerabat dan tetangga, disertai secarik kertas bertuliskan nama anaknya dan permohonan doa

Dalam  Islam disyariatkan pada hari ke tujuh dilakukan potong rambut bayi, sekaligus pemberian nama. Ada juga orang tua yang meng-aqiqahkan anaknya pada saat masih bayi.

 

6. Syukuran tedak siten

Tedak berarti turun, dan siten berasal dari kata siti , yang berarti tanah. Dalam tradisi Jawa, saat seseorang menginjakkan kakinya pada bumi, Sang Ibu Pertiwi, untuk pertama kalinya, amatlah penting.

Upacara ini dilakukan pada saat bayi berumur pitung lapan , atau 7 lapan, atau 7 X 35 hari, dijatuhkan pada hari weton si bayi; jika bayi lahir pada Senin Kliwon , maka tedak sitennya dilaksanakan pada Senin Kliwon juga.

Uba rampe yang disiapkan adalah:

1. Jadah (ketan sudah dimasak, lalu ditumbuk), 7 warna, yaitu: hitam, merah, putih, kuning, biru, hijau, dan ungu. Setiap warna, ditempatkan dalam piring kecil, lalu ditempatkan membentuk garis lurus menuju kurungan ayam.

2.  Tangga yang dibuat dari tebu wulung (kulitnya berwarna wulung , ungu), dengan 9 anak tangga; tangga ini disandarkan pada kurungan ayam. Dipilih angka 9, karena merupakan angka maksimum. Tebu wulung merupakan singkatan ‘ante ping kalbu wu juding lelung an’.

3.  Kurungan ayam, yang dihias secukupnya, di dalamnya berisi barang kebutuhan sehari-hari, misalnya alat tulis, uang, mainan anak, dan sebagainya

4.  Kembang setaman , dimasukkan ke dalam bokor yang berisi air.

5.  Beras kuning yang dicampur uang receh (koin)

6.  Tumpeng, bubur abang putih , dan jajan pasar

Urutan upacara adalah seperti berikut.

  1. Dengan dituntun ibunya (Jawa dititah atau ditetah ), si bayi menginjakkan kaki pada jadah aneka warna, menuju tangga tebu wulung , langsung menaiki tangga itu. Upacara menginjak jadah aneka warna ini melambangkan, bahwa si ibu mendidik anaknya mengarungi samudera kehidupan yang beraneka warna; si ibu juga membimbing anaknya menaiki tangga tebu, agar anaknya mampu meningkatkan harkat dan martabatnya..
  2. Kurungan ayam dibuka, si bayi dimasukkan ke dalamnya, lalu kurungan ditutup lagi. Biarkan si bayi mengambil barang-barang atau permainan yang ada di dalamnya. Benda apa yang diambil si bayi, dianggap apa yang menjadi cita-citanya. Jika si bayi mengambil uang, dianggap ia akan bekerja di bank, jika mengambil alat tulis, dianggap ia akan menjadi cerdik pandai.
  3. Setelah itu,bayi dimandikan atau cuci muka dengan air kembang setaman .
  4. Beras kuning ditaburkan, di sekitar kurungan. Para tamu boleh merebut atau mengambil uang recehnya. Ini melambangkan, semoga setelah dewasa, si bayi mempunyai sifat dermawan, suka memberi.
  5. Terakhir adalah kembul bujono.

Pada syukuran-syukuran itu, lazimnya disajikan nasi tumpeng, bubur merah putih, dan jajan pasar. Setelah doa, tumpeng dimakan bersama. Ada juga yang mengirimkan nasi gudangan ke tetangga.

 

7. Khitanan

Zaman dulu, ada yang dinamakan tetesan , yaitu memotong sebagian klitoris organ kelamin anak perempuan, pada saat dia berumur 8 tahun (1 windu). Lalu, berubah, yang diiris hanya kunyit. Sekarang, tampaknya tradisi ini sudah hilang sama sekali.

Jika tetesan dilakukan pada anak perempuan, maka khitanan (sunatan ) dilakukan pada anak laki-laki. Umur anak yang dikhitan bervariasi; ada orang tua yang mengkhitan anak lelakinya pada umur  4 tahun; ada juga yang menyerahkan kepada anaknya kapan mau dikhitan.

Ada yang menterjemahkan kata ‘khitanan’ menjadi ‘meng-islam-kan’. Sebenarnya, tradisi khitan bukan hanya ada pada orang Islam, orang Yahudi juga melakukan tradisi ini. Khitanan adalah memotong kulup (praeputium ) yang ada di ujung alat kelamin anak laki-laki. Khitanan ini baik bagi kesehatan karena alat kelamin menjadi selalu bersih.

Khitanan dapat dilakukan oleh juru khitan, atau dukun sunat; sekarang dilakukan oleh petugas medis (dokter), dan paramedis (mantri). Di kota-kota, dijumpai ‘khitan center’.

Khitanan dapat dilakukan di rumah, di rumah sakit, klinik, atau khitan center. Bahkan, ada juga khitanan masal.

Ada berbagai variasi upacara khitan; ada yang sekedar ke klinik, lalu pulang, selesai. Ada juga yang lebih rumit; anaknya memakai pakaian kejawen (dari blangkon sampai nyampingan), ada acara sungkeman, dan sebagainya.

Kiranya, urutan upacara dan ramainya upacara khitanan, tergantung pada orang tua si anak.

Catatan

  1. Bubur abang putih atau bubur merah putih , terbuat dari nasi yang ditanak dengan gula jawa (gula merah).
  2. Jajan pasar , yaitu kudapan yang lazim dijual di pasar (tradisional), misalnya getuk, ubi rebus, ketela rebus, kentang hitam, dan sebagainya Membuat jadah 7 warna, dengan cara memakai pewarna makanan pada saat menanak ketan, bukan pewarna tekstil. Untuk warna hitam, dapat juga dipakai air yang dicampur abu merang (landa ); warna merah, dengan gula merah, warna kuning  dengan  kunyit, warna hijau dengan perasan daun suji (pandan).
  3. Sega gudangan , yaitu nasi ditambah sayur-sayuran (kacang, bayam, kobis, irisan wortel, dikukus, diurap dengan parutan kelapa), kadang-kadang ditambah ikan asin, telur rebus, tahu goreng, tempe goreng, krupuk.
  4. Sega tumpeng , mirip dengan sega gudangan, tetapi nasinya dibuat berbentuk gunung.
  5. Kembang setaman, t erdiri atas kantil, mawar, melati, kenanga, dan kantil; ada juga yang menambahkan bunga cempaka. Keratabasa kantil adalah kan - ti laku, tansah kumantil , atau selalu bersama-sama. Melati: tansah mela -d, saka njero ati; kenanga: keneng -a, atau capailah. Apa kang binawar (mawar) , saking kedaling lathi (melati), bisa kumantil-kantil (kantil ) ing wardaya , atau apa yang ditawarkan (dinasihatkan) oleh sesepuh, hendaknya selalu diingat.
  6. Dawet, dan rujak, disajikan agar para tamu merasa segar.
  7. Beras kuning dibuat dengan melumat beras mentah dengan air perasan kunyit.

 

Sumber: kabudayanjawi.com