Home Warta Seputar Posyandu Sri Kesih, Bidan Penggerak Ekonomi

Sri Kesih, Bidan Penggerak Ekonomi

Posyandu tidak hanya menjadi tempat imunisasi dan menimbang badan balita. Di sebuah desa terpencil, Desa Mekarjaya yang letaknya di kaki Gunung Malabar, Kabupaten Bandung, kader posyandu juga sibuk mengembangkan ekonomi warga. Seperti budidaya kopi, ikan lele, koperasi simpan pinjam dan masih banyak lagi. Pencetusnya adalah seorang bidan muda bernama Sri Kesih. Dengan memberdayakan warga desa, Bidan Sri Kesih meraih penghargaan Srikandi Award 2011. Reporter KBR68H Khusnul Khotimah berkunjung ke Desa Mekarjaya dan merekam aktivitas di sana.

Membangun Ekonomi Lewat Koperasi

Setelah kegiatan di Posyandu Teratai 10 selesai, ibu-ibu kader posyandu bergegas ke rumah Ketua RW 10 Desa Mekar Jaya.

Susilawati, tuan rumah itu sudah menyiapkan hidangan khas Sunda, nasi liwet dengan aneka lauk pauk, lengkap dengan lalapan segar dan sambal.

“Di Posyandu saya bagian masak. Saya nggak bisa bantuin administrasi posyandu, biarin saya yang masak”, katanya.

Ibu-ibu itu berkumpul untuk membahas kegiatan ekonomi warga yang dikembangkan lewat koperasi.

Bidan Sri KesihSri Kesih adalah pencetus kegiatan ekonomi di desa Mekar Jaya. Ia seorang bidan. Dari Bandung, Sri Kesih memulai tugas di desa itu pada 2006 lalu.

Bidan berusia 36 tahun kelahiran Sumedang ini mendirikan Koperasi Bunda Lestari sebagai wadah pemberdayaan ekonomi warga.

Sebagian besar warga Mekar Jaya hanya bekerja sebagai buruh atau kuli kontrak.

“Kebanyakan di sini mah kuli. Kuli pabrik juga nggak dijamin model Jamsostek, jaminan kesehatan begitu. Hanya pabrik-pabrik tertentu yang memang memberikan jaminan untuk karyawannya. Apalagi sekarang kan kontrak, jadi kamu mau kerja silahkan, kata pabrik itu, enggak juga tidak masalah. Tapi kan kita butuh. Tidak ada lahan pekerjaan. Akhirnya masuknya kan buruh.”

Itu memang pabrik apa bu?

“Ada pabrik garmen. Upahnya 1 juta teh plus lembur, sampai jam 8 pulang malam.”

Lewat koperasi itu Sri Kesih mendorong warga membuat makanan tambahan untuk gizi balita. Di antaranya abon lele dan bubur sorgum.

“Kebetulan kan bikin abon lele, trus ada PMT Sorgum, makanan tambahan Sorgum untuk balita. Biasanya kita kan penjaringan sebulan sekali untuk gizi balita. Hasil dari posyandu nanti dilihat berapa yang status gizinya rawan. Nanti dari situ kita analisa siapa saja yang butuh bantuan gizi. Jadi selain kita jual, kita juga bisa beri bantuan untuk peningkatan gizi balita di sekitar kita.”


Krupuk kanji atau Opak AciAbon dibuat dari budidaya lele yang dikembangkan setiap RW. Ada 12 RW di Desa Mekar Jaya, dan sudah 4 RW yang mempunyai masing-masing satu kolam lele.

Sejak ada pengembangan makanan tambahan balita, di desa ini sudah tidak lagi ditemukan balita dengan gizi buruk, kata Sri Kesih.

“Dari satu desa itu paling kemarin tinggal 18 orang. Gizi buruk tidak ada, tapi status gizinya yang memang rawan untuk jatuh ke gizi buruk.”

Koperasi Bunda Lestari meminjamkan modal untuk warga memiliki unit usaha. Salah satunya pembuatan Opak Aci atau kerupuk kanji di RW 10. Sementara RW lainnya mengembangkan unit usaha yang berbeda, kata Sri Kesih.

“Ini pakai lengkuas, garam, sebungkus Sasa, garam dan tepung tapioka. Matangnya pakai pasir, dioseng pakai pasir.”

“RW 10 opak aci, ada yang di RW 07 itu mah keripik, keripik pisang, keripik ubi, keripik talas. Kalau di RW 01 yang tadi yang dikelola koperasi itu lahan pembibitan Kayu Jabon. Jadi yang tadi saya bilang mengangkat potensi yang ada di masing-masing RW. Jadi dari pada nganggur mending diberdayakan.”

Produksi opak aci atau kerupuk kanji ini ikut membantu tambahan penghasilan bagi warga.

Dede, salah seorang warga RW 10 yang terlibat dalam produksi opak aci.

Bu Dede Bikin Opak Aci“Usaha kecil-kecilan ini mah neng, lumayan ada hasilnya. Alhamdulillah bisa menyekolahkan anak. Buat hidup sehari-hari.“

Dalam mewujudkan misinya memberdayakan potensi desa melalui koperasi, Sri Kesih dibantu suaminya, Asep Wasman. Ia menjadi penasihat koperasi Bunda Lestari.

“Kita lebih memikirkan bagaimana anggota kita dapat penghasilan tambahan. Jadi tidak terlalu memikirkan koperasi harus punya duit itu tidak. Yang penting anggota mau memenuhi kewajibannya. Karena walau bagaimana bukti loyalitas anggota terhadap koperasi adalah anggota mau memenuhi kewajibannya. Memenuhi simpanan pokok, simpanan wajib. Simpanan pokok selama jadi anggota cuma sekali 75 ribu bisa dicicil.”

Lewat program simpan pinjam, Koperasi Bunda Lestari mengajak warga untuk menabung dan memperluas unit usaha.

Setiap hari Minggu, kegiatan simpan pinjam digelar. Di saat kumpul warga itulah, ada yang menabung, ada yang berhutang dan membayar hutang.

Kokom dan ibu-ibu kader posyandu RW 10 lainnya mengurus kegiatan ini.

“Masing-masing cabang lah ya. Ini kan RW 10, namanya Zahrah. Nanti digabung laporannya di Koperasi Bunda. Ada nabung ada simpan pinjam. Trus yang nabung ini ada 22 orang, trus barusan yang pinjam, cuma ini berkasnya ada di Ibu Entin. Cuma yang di selembar ini dulu.”

Kegiatan simpan pinjam ini bersifat perorangan. Sementara di setiap RW mempunyai uang kas hasil pengumpulan beras.

Sri kesih menjelaskan, setiap warga menggantung sebuah kaleng bekas berisi beras di depan teras rumah. Nanti beras itu dikumpulkan dan dijual ke koperasi.

“Sebenarnya dari semua RW ke sini, cuma kan kadang kalau hujan begini, besoknya lagi karena tidak sempat. Tapi sentralnya di koperasi setorannya. Nanti kan uangnya bisa digalakkan untuk unit usaha tadi. Kan yang sakit kan tidak setiap, ya sewaktu-waktu untuk dana sehatnya. Jadi daripada uangnya nganggur. Kan tadinya dikelola oleh RW masing-masing, ternyata mengendap begitu saja nggak berkembang. Kalau di koperasi dikembangkan buat usaha. Ya lumayanlah barang sedikit juga kalau sering mah ngumpulnya banyak ya.”

Siapa sebenarnya Bidan Sri Kesih ini? Untuk apa dia melakukan itu semua?

Perempuan Lebih Berdaya

Suasana Desa MekarjayaSri Kesih mengajak KBR68H melihat lebih jauh kondisi desa ini. Dengan sepeda motor melalui jalan berbukit, Sri Kesih menunjukan rumah-rumah warga, kebun-kebun kopi, kolam lele. Wilayah kerjanya. Hanya Sri Kesih saja bidan di Desa Mekar Jaya.

Letak setiap RW terpencar-pencar dengan kondisi geografis berbukit-bukit, menambah berat tugasnya.

“Ke daerah sana masih belum tersentuh banget karena terjal medannya.”

Penduduk Desa Mekarjaya berjumlah 6500 jiwa. Sebagian besar adalah lulusan SD dan SMP yang bekerja sebagai buruh tani dan kuli pabrik. Asep Wasman, suami Kesih.

“2011 itu per Januari ada 54 persen tamatan SD, tapi kita sekarang lebih ke arah pendidikan non formal. Jadi bagaimana orang tersebut bisa berdaya. Kita sudah agendakan untuk pelatihan, misalkan sekarang belut di sini. Jadi kita undang masyarakat untuk mengikuti pelatihan ini. Jadi dengan harapan masyarakat bisa berinsiatif melakukan hal yang sama. Mempunyai keahlian untuk meningkatkan taraf hidupnya. Kita juga sudah pelatihan misalkan padi organik.”

Koperasi juga mengembangkan budidaya kopi. Pemilik lahan adalah warga Bandung yang menyewakannya ke Koperasi Bunda Lestari, lanjut Asep.

“Ada 30 ribu pohon yang sudah siap panen. Kalau kita asumsikan perpohon satu kilo aja, 30 ton kopi itu sekarang. Umur kopi ya sekitar tiga tahun lah. Jadi sekarang itu panen kedua. Kebetulan yang kemarin itu dianggap kurang berhasil ya karena kurang pemeliharaan. Ya mudah-mudahan kali ini ya mudah-mudahan bisa panen raya.”

Asep Wasman menambahkan, masa panen kopi yang lamanya dua hingga tiga tahun membuat warga tak sabar untuk menikmati hasil.

“Mungkin tantangannya ke arah budaya ya. Masyarakat itu kan mayoritas di sini itu buruh tani. Jadi dikejar perut. Isi perut kan? Jadi tentunya mereka berharap hasil yang instan. Yang dapat segera menghasikan. Karena perut nggak bisa ditunda loh. Kalau urusan untuk makan itu nggak bisa ditunda. Jadi kalau kita misalkan sekarang tanam kopi, kan lama panen nya kan? Keburu kelaparan toh? Jadi kita juga sekarang lagi menggali potensi yang jangka-jangka pendek kayak makanan ringan, trus kita juga kan ada kegiatan seperti sekarang ini ada penanganan bibit dan kita libatkan ibu-ibu.”

Masyarakat Desa Mekarjaya bersyukur atas kehadiran Sri Kesih yang memberdayakan warga lewat posyandu dan koperasi. Salah seorang tokoh warga Deni Hanjodi mengatakan, para ibu kini lebih terampil dan percaya diri.

“Sekarang kelihatannya memang pemberdayaan perempuannya sudah meningkat. Sedikti banyak dapat membantu dari program-program yang dilakukan di desa. Jadi peningkatan dari segi pemberdayaan perempuan. Dulu ibu-ibu di sini tidak bisa ngitung-ngitung seperti ini. Saya berapa hari ngajarnya. Dikasih buku, kumaha teh ngisinya. Seperti itu lah. Itulah gambaran salah satu contohnya.”


Di posyandu, Sri Kesih memberikan buku panduan kesehatan untuk setiap ibu hamil. Multivitamin dari puskesmas kecamatan selalu tersedia. Selain mengurus 12 posyandu di 12 RW, Sri Kesih juga mengurus Pusat Kesehatan Desa sebagai tempat persalinan.

Komariah merasakan mudahnya akses kesehatan yang diperoleh warga setelah hadirnya Sri Kesih.

“Sebelum ada posyandu di sini mah, pemeriksaan suka ke Nambo. Puskesmas itu, tapi jauh. Jaraknya 7 kilometer. Di Banjaran. Sebelum ada posyandu mah susah. Soalnya dulu kan bidan nggak ada, sekarang mah fasilitasnya sudah lengkap.”

Tak jarang Sri Kesih pun harus menangani ibu dan balita di rumahnya.

Semua itu dilakukan sebagai wujud pengabdiannya.

“Ini hanya sepenggal saja dari kegiatan saya. Mungkin saya merasa puas ketika saya bisa memberikan pengabdian yang terbaik lah untuk masyarakat saya.”

Sumber: kbr68h.com

 
Banner
Banner
Banner
Banner
Banner
Banner
Banner

" Rasa capek itu akan sirna seketika bila melihat wajah-wajah polos yang ceria"
Bu Ridwa Kader dari RT 4

Banner
Banner
free counters
Free counters

My site is worth$15,643.58Your website value?